Mahasiswa mampu memahami
Ulumul Qur’an sebagai alat memahami Alqur’an, dan mengetahui eksistensinya,
menjelaskan, mengembangkan dan menerapkan ajaran Islam secara komprehensif,
kontekstual, responsif dalam segala perkembangan sosial masyarakat dalam
bermasyarakat dan bernegara.
- معلم: Siti Ardianti
- معلم: Ali Darta MA
Mata kuliah ini bertujuan untuk memahami tafsir ayat-ayat kauniyah. Intidhar atau observasi terhadap alam ini menjadi penting karena beberapa alasan, pertama, ciptaan Allah yang disebut sebagai alam semesta ini berisikan tentang tanda-tanda dan bukti serta pameran dari kebenaran dan kekuasaan-Nya; kedua, karena menafsirkan atau memahami ayat-ayat al-Qur’an tidaklah mudah.
Sebagai sampel, di sini dapat dikemukakan tentang proses penciptaan langit dan bumi – seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya – yang terdapat dalam QS. al-Anbiya/21: 30, sebagai berikut:
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS. al-Anbiya/21: 30)
Dalam memahami atau menafsirkan ayat ini tidaklah mudah. Pemaknaan terhadap ayat ini jika tidak didukung dengan kegiatan intidhar terhadap alam semesta ini, maka akan terasa sulit dan membingungkan. Bagaimana menafsirkan pernyataan al-Qur’an yang mengatakan bahwa langit dan bumi itu bersatu padu? Orang biasa memahami kata langit sebagai batas ruang yang tampak di atas kepala kita dan melingkupi bumi. Dan bagaimana pula menafsirkan pemisahan antara keduanya, langit dan bumi itu?
Dalam ayat al-Qur’an yang lain juga ditegaskan bahwa Allah telah menciptakan langit dan bumi ini dalam jangka waktu enam hari. Ilustrasi yang demikian ini antara lain dapat ditemukan dalam QS. al-Sajdah/32: 4, sebagai berikut;
Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `arsy. Tidak ada bagi kamu selain daripada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa`at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (QS. al-Sajdah/32: 4)
Terhadap kenyataan al-Qur’an yang demikian ini, lalu bagaimana kita menafsirkan kalimat ‘fi sittati ayyam’ dan juga ‘summa istawa ‘ala al-arsy’.
- معلم: Sriulfa Rahayu